Sobron Aidit
1934 - 2007
Lahir di Tanjung Pandan, Belitung, pada 2 Juni 1934, sebagai putra pertama dari istri kedua Abdullah Aidit (1900 - 1969). Merantau ke Djakarta pada usia 14 tahun, puisi-puisi Sobron telah dimuat di sejumlah majalah terkemuka saat itu, seperti Zenith, Kisah, Sastra, Siasat, dan Mimbar Indonesia. Pada 1955, Sobron menerbitkan kumpulan puisi Ketemu Didjalan bersama S.M. Ardan dan Ajip Rosidi. Selain menulis, Sobron melakoni bermacam profesi, mulai dari guru SMA Utama Salemba dan SMA Tiong Hoa Hwee Koan di Djakarta; wartawan Harian Rakjat, pengurus Lembaga Persahabatan Indonesia-Tiongkok; pengajar Akademi Sastra Multatuli; dan pada 1964 diangkat sebagai Guru Besar Sastra dan Bahasa Indonesia di Institut Bahasa Asing, Peking. Pada 1965, menyusul kegagalan Gerakan 30 September, Sobron menjadi satu dari ratusan orang Indonesia yang tidak bisa kembali ke Indonesia, mengalami pencabutan kewarganegaraan, dan terseret gelombang Revolusi Kebudayaan yang memaksanya pindah ke sebuah desa pertanian di Nan Cang. Pada 1981, Sobron beserta dua putrinya berhasil memperoleh suaka dari pemerintah Prancis, dan setahun berikutnya mendirikan Restoran “Indonesia” yang beralamat di 12 Rue de Vaugirard, Prancis, bersama Umar Said, Budiman Sudarsono, dan J.J. Kusni. Sambil mengelola restoran, Sobron menulis sejumlah kisah dalam memoar bersambung, hingga tutup usia pada 10 Februari 2007.